Sumatera Selatan, sebagai daerah yang
dipenuhi rawa-rawa dan dilewati banyak sungai, memiliki populasi yang
cukup banyak dan penampakan buaya merupakan hal biasa. Bahkan di
kalangan masyarakat dikenal pula ilmu buaya. Yakni ilmu hitam, yang
mana pemiliknya akan berubah menjadi buaya kalau sudah meninggal dunia.
Di
tepian Sungai Musi, Palembang, banyak legenda mengenai buaya yang
diceritakan turun temurun, salah satunya legenda buaya putih. Beberapa
tempat yang diyakini tempat munculnya buaya putih adalah di aliran
Sungai Ogan, seperti di bawah jembatan Ogan, Kertapati, Palembang dan
lokasi pedalaman sungai Ogan. Munculnya buaya putih ini diyakini selalu
menjadi pertanda akan terjadi bencana besar di Sumsel atau di
Indonesia.
Demikian
juga warga di Pemulutan, Kabupaten Ogan Ilir, Sumsel. Mereka sangat
percaya dengan legenda-legenda mengenai buaya. Sebagian besar warga
Pemulutan percaya, nenek moyang mereka adalah buaya. Sebab ilmu buaya
banyak dikuasai masyarakat Pemulutan dan ada yang menjadi pawang buaya.
Banyak warga Pemulutan yang dapat berubah menjadi buaya jika masuk ke
dalam sungai atau rawa. Ini adalah ilmu hitam yang biasanya dikuasai
para bandit.
Di
masyarakat Palembang juga ada kisah/legenda menarik dari abad ke-16.
Saat itu raja Palembang bingung bagaimana mengatasi buaya-buaya yang
berada di Sungai Musi. Buaya-buaya itu ganas dan dapat membuat warga
terancam nyawanya. Lalu, sang raja mendatangkan seorang pawang buaya
dari India. Dengan janji akan memberikan banyak hadiah, sang raja
meminta si pawang menjinakkan buaya-buaya di sungai Musi. Buaya-buaya
itu pun jinak. Si pawang pun menerima banyak hadiah.
Kemudian
raja mengajak sang pawang ke daerah pedalaman yang banyak buayanya.
Kembali pawang itu menaklukkan buaya-buaya menjadi jinak. “Coba kau
buat buaya-buaya itu kembali menjadi ganas. Aku mau tahu bagaimana
kehebatan ilmumu?” kata sang raja.
Pawang
yang sudah mabuk pujian itu kemudian membuat buaya-buaya itu menjadi
ganas. Ayam dan ternak yang dilempar ke sungai dengan cepat dimakan
buaya. Dan, ketika si pawang lengah, seorang prajurit kerajaan Palembang
mendorong pawang ke gerombolan buaya. Tak ayal si pawang itu mati
dimakan buaya.
Lokasi terbunuhnya pawang itu diperkirakan di pesisir timur Sumatera Selatan, seperti Pulaurimau, atau di kawasan Pemulutan.
Kalau pawang ini tidak dibunuh, saya khawatir dia dapat mempermainkan
kita. Atau, kalau dia tidak senang dengan kita, buaya-buaya di sungai
Musi dibuatnya menjadi ganas lagi, kata sang raja.Oleh karena itu,
tidaklah heran, buaya di sungai Musi dengan buaya di daerah pedalaman
Sumatra Selatan berbeda karakternya. Di sungai Musi tidak ada buaya
yang bersifat ganas, meskipun saat ini sudah jarang terlihat, berbeda
dengan daerah pedalaman yang terkenal dengan buayanya yang ganas-ganas.
ARTIKEL TERKAIT:
Tidak ada komentar
Posting Komentar